Tragedi Gaza

Tragedi Gaza, Sebuah Rekayasa

Tahun baru ini (1430 H), sepertinya menjadi tahun baru terburuk bagi penduduk Gaza (Palestina). Betapa tidak, di tengah kaum muslimin yang lain sedang bersiap menyambut kedatangan tahun baru dengan suka cita dan mempersiapkan berbagai acara, penduduk di Jalur Gaza justru sedang panik dengan suasana yang penuh teror. Gedung-gedung hancur, jalanan penuh dengan pung-puing dan genangan darah para korban pengeboman serta rumah sakit dipenuhi dengan mayat dan korban luka-luka berat dan ringan. Pemandangan mengerikan ini berlangsung sejak sabtu (27/12) kemarin. Jika ditanya siapa penyebab kekacauan, kehancuran dan terror ini, jawabannya (tentu) sepakat, sang agresor negara zionis Israel.

Serangan yang dilancarkan kepada penduduk Jalur Gaza, siapapun yang menyaksikan, adalah serangan yang sangat tidak terarah dan terkesan tidak professional. Serangan dengan senjata dan peralatan militer super canggih yang katanya dimiliki negara zionis itu tampaknya tidak secerdas apa yang kita perkirakan. Banyaknya korban jiwa dari kalangan sipil, perempuan dan anak-anak ( yang jelas seharusnya bukan target mereka) karena mereka selalu memberi alasan penyerangan untuk membunuh para pejuang Hamas, jelas membuktikan ketidakpintaran peralatan perang mereka. Di tambah dengan fasilitas umum yang seringkali menjadi target serangan, jelas membuktikan ketidaakuratan alat pendeteksi perang mereka, karena tidak bisa membedakan mana fasilitas militer (yang harus dihancurkan) dan mana fasilitas umum (yang mestinya dilindungi).

Jika tetap berdalih bahwa fasilitas perang mereka supercanggih, berarti penghancuran total tanpa memilih target seperti itu adalah sebuah kesengajaan. Jika ini suatu kesengajaan, maka jelas praktek perang tak terukur itu sebagai sebuah pelanggaran dalam peperangan pada saat ini. Praktek penyerangan terhadap target yang mestinya tak dilibatkan dalam perang seperti rakyat sipil, gedung-gedung pemerintahan, fasilitas ibadah, dan fasilitas umum membuktikan bahwa serangan Israel kali ini (dan juga sebelumnya) adalah memang bertujuan menghancurkan kota dan penduduk gaza terutama kelompok pejuang Hamas sebagai aksi pembungkaman atas perjuangan mereka (Hamas) selama ini terhadap Israel.

Jika dalih Israel sebagai reaksi atas serangan roket yang dilancarkan Hamas ke pemukiman Yahudi , semestinya (kalau memang itu harus dilakukan) Israel cukup membalas roket yang jarang menimbulkan korban dan kerusakan berarti dengan sekedarnya saja. Membalas lemparan batu dengan hujanan peluru, tentulah bukan suatu yang adil, bahkan sangat tidak proporsional. Kata yang lebih tepat untuk itu adalah balasan seperti orang yang kesetanan. Atau ini adalah bukti rasa prustasi Israel yang sudah memuncak atas perjuangan Hamas yang masih terus saja berkobar walaupun harus mengorbankan jiwa pejuangnya. Rasa frustasi inilah yang membuat Israel melakukan serangan yang amburadul, tak terfokus dan membabi-buta. Memang seperti itulah biasanya psikologi orang yang sedang prustasi, melakukan sesuatu tanpa disertai nalar dan fikiran layaknya orang sehat. Juka ini yang terjadi, Israel saat ini sudah mendekat (atau sudah) menderita sakit jiwa.

Jika itupun bukan jawabannya, maka sudah dipastikan ini adalah sudah watak dari Israel sebagai sebuah negara. Watak yang jauh dari terpuji. Jika betul ini watak dari sebuah negara, maka Israel adalah negara dengan predikat terburuk dalam segala hal. Banyak bukti-bukti yang menguatkan keburukan Israel sebagai sebuah Negara berdasarkan sejarah mulai keberadaannya (yang masih diragukan), sejarah peperangannya (mulai perang Israel-Arab tahun 1967 sampai perang Israel–Hizbulloh,Libanon pada tahun 2006) sampai dengan pembangkangannya terhadap beberapa resolusi PBB, semuanya cukup jadi bukti bahwa Israel adalah negara yang tidak perlu dipercaya dan sesungguhnya sangat berbahaya. Satu-satunya yang menjadi kelebihan bagi Negara Israel (khususnya kaum Yahudi) adalah mereka menjadi anak emas sang bapak angkatnya, Amerika Serikat dan dunia sudah tahu itu.

Kita bersyukur, Indonesia sebagai negara yang menentang segala bentuk penjajahan, seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, tidak melakukan hubungan (apapun?) dengan Israel. Itu artinya, sampai saat ini Indonesia masih menganggap bahwa Israel adalah negara penjajah yang mencoba merampas tanah dan hak-hak bangsa Palestina yang merdeka. Hanya saja untuk negara yang satu ini, dunia sepertinya menganggap Israel justru sebagai negara yang harus dibela (terutama oleh Amerika dan sekutunya), dengan alasan mereka harus melindungi dari teroris (versi mereka) Hamas. Setidaknya, dunia hanya bisa duduk menonton, teater dunia yang dilakoni tiga pemeran utama, Palestina sebagai korban dan Israel ditemani Amerika sebagai pelaku antagonisnya.

Ketidakberdayaan dunia ini mungkin bagian dari politik dunia, tapi kita tetap berharap Indonesia sebagai Negara yang Insya Allah selalu komitmen dengan keberpihakannya kepada Negara Palestina, setidaknya akan senantiasa mengambil sikap yang tepat untuk selalu membela hak-hak bangsa Palestina dari tindakan perampas hak dan kebebasan, Zionis Israel. Semoga kedamaian segera tercipta untuk Palestina dan kawasan Arab serta dunia pada umumnya. Amiiin. Wallahu A’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyikapi Valentine Day

GETARAN, GELOMBANG, DAN BUNYI

MANFAAT LAIN DARI HANDPHONE (HP) / PONSEL