Refleksi Tahun Baru 1430 H

Sambutan Baru di Tahun Baru (1430 H)

Pada satu minggu ini kita kedatangan dua tahun baru, yaitu tahun baru 1430 H dan tahun baru 2009 M. Keduanya datang beriringan namun dengan sambutan yang kontras berbeda. Coba saja kita perhatikan, ketika tahun baru masehi datang, nuansanya begitu terasa. Hampir seluruh media, baik media cetak lebih-lebih media elektronik begitu gencar mengiklankan program-program tahun baru dengan berbagai macam acara super meriah. Hotel-hotel berbintang menawarkan paket tahun baru dengan berbagai macam fasilitas dan hiburan yang disiapkan untuk orang-orang yang berduit. Orang desa pun tak mau kalah, dengan budget terbatas seolah tak mau kalah mereka menyerbu para pedagang terompet dengan berbagai model dan ukuran demi untuk bergabung dengan pasukan penyambut tahun, tak perduli pekikan bunyi terompetnya membuat orang yang sedang tidur merasa terganggu dan ingin malam itu cepat berakhir.
Pemandangan seratus delapan puluh derajat justru nampak ketika tahun baru hijriyah datang. Ketika tahun baru hijriyah datang, jarang ada media elektronik yang menginformasikan kedatangannya bahkan mereka tampak acuh tak acuh, karena kedatangannya mungkin dianggap tidak menguntungkan mereka, jadi abaikan saja. Kalaupun ada, kemasannya dibuat sesederhana mungkin, lumayan untuk menghemat anggaran.operasional tayangan. Masyarakatpun, setali tiga uang memberikan respon sama dan kompak berkata : tak ada yang istimewa di tahun baru hijriyah.
Fenomena ini perlu dicermati. Apa yang menyebabkan kenyataan ini terjadi hampir setiap tahun? Magic apa yang sebenarnya dimiliki oleh tahun baru masehi sehingga mampu membuat tahun baru hijriyah seolah kurang mendapat tempat di hati bahkan oleh kaum muslimin sendiri (terutama di Indonesia)?
Pada dasarnya tak ada yang berbeda antara tahun baru masehi dan hijriyah. Keduanya hanya sebuah deretan 4 digit angka. Yang membedakan hanya kepala tahunnya saja , tahun masehi sudah menginjak kepala dua ribuan dan tahun hijriyah baru sampai kepala seribu empat ratusan. Itu saja. Kalaupun dicari perbedaan lain, terletak hanya pada historis awal pemberlakuannya saja. Jika tahun masehi dihitung dari tahun kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa As) maka tahun hijriyah dihitung mulai tahun pelaksanaan hijrah Nabi Muhammad Saw. Bersama sebagian sahabat dari kota mekkah ke kota Yastrib (Madinah). Sedangkan secara astronomis, perbedaannya pada peredaran sebagian tata surya kita. Pada kalender hijriyah perhitungan penanggalannya berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari, sehingga disebut juga sebagai tahun syamsiyah (Matahari dalam Bahasa Arab), sedangkan pada kalender hijriyah perhitungan penaggalannya berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, sehingga disebut dengan tahun qomariyah (Bulan dalam Bahasa Arab).
Namun sepertinya perbedaan-perbedaan tersebut di atas bukan jawaban atas pertanyaan di awal tadi. Karena jika ditanya perbedaan tersebut di atas, dapat dipastikan mayoritas penikmat pesta tahun baru (masehi) tidak begitu peduli dengan tinjauan historis maupun astronomisnya. Sepertinya mereka hanya merekam untuk satu malam itu sebagai malam pesta kembang api, hura-hura dan kegembiraan yang tak boleh dilewatkan. Malam yang hanya ada satu tahun sekali (karena memang tahun baru hanya satu kali dalam setahun) yang kalau mereka lewatkan belum tentu akan bertemu kembali di tahun berikutnya.
Ada beberapa hal yang mungkin menjadi sebab keberpihakan masyarakat (termasuk kaum muslimin) untuk lebih gairah menghidupkan malam tahun baru masehi dibandingkan dengan tahun baru hijriyah, di antaranya :
Pertama, peran media massa,. Ini mungkin peran yang paling besar dalam menggiring opini dan membentuk kesan pada masyarakat terhadap suatu obyek atau peristiwa. Ini dapat kita saksikan dan rasakan, betapa gencarnya pemberitaan media massa (terutama media elektronik) baik lokal maupun internasional yang menayangkan gegap gempitanya acara perayaan pesta tahun baru (masehi) setiap tahun. Pemberitaan yang memiliki frekuensi tinggi dan berkesinambungan tanpa sadar menciptakan daya tarik masyarakat untuk kemudian mencoba mengikuti dan berusaha masuk dalam suasana yang sama seperti yang disaksikannya.
Kedua, Masuknya budaya asing (baca barat). Inipun salah satu imbas dari peran media massa (asing) yang saat ini seolah sudah menjadi sahabat bahkan keluarga dalam keseharian. kita. Kemajuan teknologi semakin mempercepat perjalanan budaya asing yang hendak menjelajah sudut-sudut kehidupan masyarakat lokal (Indonesia). Entah disadari atau tidak, sikap welcome kita terhadap kehadiran mereka membuat budaya asing semakin sukses melakukan merger budaya sehingga kita menganggap bahwa budaya asing juga sudah menjadi bagian dari keluarga dari budaya kita. Budaya asing yang senantiasa menampilkan kemewahan dan pesta pora di malam tahun baru inilah yang kemudian menurun kepada budaya kita, dan masyarakat kita sepertinya menerima kenyataan ini dengan senang hati.
Ketiga, kurangnya sosialisasi tentang tahun baru hijriyah..,Salah satu impelementasi dari sosialisasi pengenalan tahun hijriyah yaitu dengan memperkenalkan dan memakai kalender tahun hijriyah, di samping kalender masehi seperti yang sudah ghalib saat ini. Ini tentunya butuh proses, namun jika sosialisasi ini dapat berjalan dengan baik dan tanpa henti, bukan tidak mungkin masyarakat akan lebih terbiasa menggunakan penanggalan hijriyah, minimal lebih dapat mengenal walau sekedarnya.
Keempat, kurangnya pemahaman mengenai pentingnya kalender hijriyah untuk kita miliki dan ketahui. Sebab, sebagai muslim, hari-hari penting yang diperingati kaum muslimin justru dilaksanakan berdasarkan penanggalan hijriyah, bukan penanggalan masehi, seperti peringatan Isra Mi’raj, maulid Nabi, Nuzulul Quran dan lain-lain. Bahkan untuk penentuan pelaksanaan beberapa ibadah harus mengacu pada penaggalan hijriyah, seperti penetapan awal dan akhir ibadah puasa ramadhan, ibadah haji dan lain-lain.
Jika fakkor-faktor ini dapat dihilangkan, setidaknya diminimalisir, maka bisa jadi perlakuan masyarakat pada tahun hijriyah akan semakin baik, termasuk akan lebih dapat menghidupkan nuansa kehadirannya di tengah-tengah masyarakat, sehingga ketimpangan perlakuan antara tahun baru masehi dan hijriyah tidak terlalu nampak seperti yang masih terjadi sekarang ini.Wallahu A’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyikapi Valentine Day

GETARAN, GELOMBANG, DAN BUNYI

MANFAAT LAIN DARI HANDPHONE (HP) / PONSEL